Kehidupan manusia yang unik, dinamis, penuh trik, ambisi dan misteri terkadang membuatnya tercerabut dari keharmonisan manusia sebagai makhluk sosial. Permasalahan-permasalahan mendera tak berujung solusi menghasilkan perilaku-perilaku tak biasa.
Ada banyak hal orang tidak mampu menyelesaikan permasalahannya.
Salah satunya adalah mengungkapkan secara langsung, jujur, dan spontan. Namun sikap ini sangat membutuhkan kekuatan mental yang prima.
Kenapa hal ini harus dilakukan ?
Dari pengalaman, ternyata dengan berkata langsung, jujur, dan spontan, waktu dan energi mental yang kita manfaatkan menjadi terasa lebih efisien. Dengan sikap asertif dalam mengungkapkan perasaan secara langsung, jujur, dan spontan, kita akan terhindar dari empat masalah, yaitu:
1) kemungkinan terjadi kesalahpahaman
2) kemungkinan menghindar secara emosional;
3) kemungkinan menyakiti perasaan orang lain yang sebenarnya tidak perlu kita lakukan; dan
4) kemungkinan membuang-buang waktu dan energi mental dengan percuma.
Menghindari kesalahpahaman
- Dalam interaksi sehari-hari, sering terjadi kesalahpahaman di antara orang- orang yang berinteraksi. Banyak kesalahpahaman yang tidak dapat teratasi karena orang yang terlibat komunikasi tidak asertif saat menjalin hubungan dengan orang lain.
Cara komunikasi yang tidak asertif ditandai oleh sikap orang tersebut yang tidak segera mengutarakan hasil pengamatannya secara jujur serta spontan.
"Saya sebal deh sama si Ita karena ketika saya belum selesai bicara dalam rapat tentang rencana kegiatan organisasi, dia sudah menyela dan terus bicara tentang pendapatnya sendiri. Padahal sebenarnya dia tahu saat itu giliran saya untuk memberikan pendapat. Pokoknya kalau ada Ita dalam kepanitiaan, saya tidak akan mau jadi anggota panitia," demikian kata Ani.
Ungkapan emosi negatif tersebut dikatakan di belakang Ita sehingga Ita tidak menyadari kesalahannya. Namun, bagi Ani, cara Ita sudah menjadi penyebab kuat untuk memutuskan dirinya tidak mau terlibat lagi dalam kepanitiaan yang akan dibentuk.
Efek sikap penolakan kerja sama dengan Ita tidak terlampau fatal karena mereka sekadar anggota suatu organisasi nonformal. Namun, bisa dibayangkan bila kesalahpahaman berlanjut seperti di atas terjadi pada pasangan suami istri. Tentu hal itu dapat menyebabkan hubungan intim buyar dan kemudian diwarnai kegetiran yang bisa membuat kedua pasangan tanpa sadar semakin asing satu sama lain. Masing-masing lalu menyibukkan diri untuk menghindari kontak interaktif walaupun tetap tinggal dalam satu atap.
Menghindari menarik diri
- Keinginan Ani menarik diri secara emosional dari Ita merupakan salah satu konsekuensi dari ketidakasertifan Ani terhadap dirinya sendiri.
Sikap ini akan tergambar melalui perubahan air muka Ani bila bertemu dengan Ita. Ani akan memalingkan wajahnya atau meninggalkan tempat di mana Ita juga berada.
Sebenarnya membuat jarak emosional dengan cara bersikap seperti itu merupakan manifestasi dari salah satu bentuk perasaan yang dipenuhi kebencian. Kecenderungan bersikap negatif tersebut lama-kelamaan mengeras dalam diri dan menjadi kecenderungan untuk cepat mengambil keputusan mengucilkan diri yang bersifat kronis dalam setiap pergaulan sosial lainnya.
Kondisi psikis semacam ini perlahan tetapi pasti akan memberi imbas pada perasaan dianaktirikan dan kecenderungan membelenggu diri dalam permasalahan psikologis berlanjut tanpa penyelesaian jelas dan pasti. Depresi menjadi suatu konsekuensi otomatis yang bisa berkembang dalam diri Ani.
Orang macam ini biasanya cepat mengambil keputusan tidak bertegur sapa dan memutuskan kontak dengan orang tertentu dalam jangka waktu lama. Ita bisa bersikap tidak peduli, tetapi Ani akan secara berlanjut dilanda perasaan negatif yang justru menggerogoti kenyamanan perasaan dalam dirinya sendiri. Kita bisa bayangkan betapa buruk efeknya bila relasi negatif semacam ini terjadi antara ibu-anak perempuan, di antara para saudara ipar, atau bahkan pada pasangan suami istri.
Menghindari menyakiti orang lain
- Sebenarnya salah satu hal yang menjadi alasan seseorang tidak bicara asertif adalah takut menyakiti hati orang lain. Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa dengan tidak mengatakan yang sebenarnya kita justru menyakiti hati seseorang.
Mengekspresikan sesuatu secara langsung, jujur, dan spontan sebenarnya merupakan cara terbaik untuk menghindari kemungkinan menyakiti hati orang lain. Mengapa? Karena pada saat awal perasaan negatif kita akan berkembang, tingkat negatifnya masih rendah. Pada tingkat inilah saat paling tepat untuk sampai pada satu persetujuan yang memuaskan kedua belah pihak. Bila kemudian dirasakan bahwa perasaan negatif yang masih dini tersebutlah yang menjadi penyebab kesalahpahaman, keadaan akan mudah diperbaiki.
Biasanya banyak orang mengatakan, mereka ingin segera dapat mengetahui perasaan yang muncul dalam hati teman bicaranya meskipun perasaan tersebut negatif adanya.
Didi baru saja menerima penilaian negatif dari penyelianya di kantor. Didi berpendapat, "Sebenarnya akan lebih baik bila supervisor saya mengatakan langsung saat saya melakukan hal yang kurang menyenangkan dia. Jadi, saya akan cepat memahami kesalahan saya dan pasti saya tidak akan mengulanginya di kemudian hari. Tetapi, saat ini sepertinya semua sudah berakhir dan tidak ada kesempatan lagi bagi saya untuk memperbaikinya." Dari contoh ungkapan Didi ini, ternyata teguran langsung justru akan membuat keadaan menjadi lebih baik.
Menghindari energi tidak produktif
- Pernahkah kita merasa kurang senang dengan sikap seseorang dan kita tidak berani mengatakannya dengan spontan, tetapi tanpa dapat mengelak kita harus tetap bekerja sama dengan orang itu?
Situasi seperti ini akhirnya membuat kita terpaku pada perasaan tidak nyaman, menjadi sulit tidur, dan diliputi ketegangan emosi berlanjut. Pikiran dan perasaan terisi dengan, "Sebenarnya saya harus mengatakan ini/itu kepadanya, atau seharusnya saya tolak usulannya", dan sebagainya.
Ketegangan emosi pun membuat akhirnya energi mental kita seakan habis dan tidak tersisa untuk memusatkan konsentrasi kerja sehingga produktivitas kerja pun terganggu. Kita merasa ada sesuatu yang "belum selesai" yang mengganjal dalam hati. Kita jadi benar-benar tidak produktif.
Jadi, walaupun perubahan konkret belum tentu terjadi, tetapi bila kita mampu mengekspresikan perasaan apa pun secara asertif, langsung, jujur, dan spontan, hal itu akan membebaskan kita dari perasaan "belum selesai" yang tidak perlu.
Uraian di atas merupakan fakta nyata tentang besarnya nilai ungkapan perasaan langsung, jujur, dan spontan yang akan membuat kita terbebas dari beban mental sehingga membuat keintiman relasi, baik dengan rekan kerja, rekan gaul, maupun relasi dengan pasangan perkawinan kita, akan terbina dengan baik. Dunia menjadi lebih terang dan kita mampu mengatasi hambatan apa pun dalam relasi dengan hasil optimal pada masa mendatang.
Untuk itu bila Anda mempunyai permasalahan yang mengganggu pikiran atau aktivitas Anda, cobalah berikan, diskusikan atau konsultasi dengan Kami atau sesama pembaca disini. Bila Kami mampu pasti Kami bantu. Bukankah memberi itu lebih baik dari menerima.