Permasalahan :
Atas dorongan istri saya, saya menulis surat ini untuk minta saran tentang adik bungsu saya, laki-laki berusia 18 tahun. Ia memiliki segudang kebiasaan aneh yang dilakukannya sejak kecil tetapi akhir-akhir ini semakin parah saja. Adik saya itu sifatnya sangat pendiam dan pemalu, jarang bicara dan tidak suka bergaul. Ia senangnya berdiam diri di rumah atau mengurung diri di kamar.
Yang amat aneh, ia terlalu menjaga kerapian dan kebersihan dalam segala hal, terutama yang menyangkut dirinya yaitu pakaian, meja belajar dan tempat tidurnya. Semua harus bersih dan tertata rapi. Ia selalu curiga ada kuman di badannya, sehingga sering mandi berulang-ulang, bisa delapan sampai sepuluh kali sehari. Belum lagi kalau mau makan, cuci tangannya itu, bisa setengah jam sendiri. Sampai-sampai wastafel dan sabunnya pun dicucinya berulang-ulang. Ia selalu menyetrika kembali pakaian yang akan dipakainya, walaupun sudah licin disetrika pembantu. Baju yang habis dipakainya selalu ia lipat kembali dengan hati-hati, berulang-ulang sampai ia yakin sudah rapi betul, hanya untuk diletakkan di keranjang cucian. Sering ketika sudah siap berangkat sekolah, tiba-tiba ia balik lagi masuk ke dalam rumah untuk cuci tangan, juga membuka kembali sepatunya karena mau cuci kaki lagi. Akibatnya ia sering terlambat ke sekolah dan mendapat peringatan dari gurunya. Nilai-nilai raportnya pun semakin menurun, karena ia jarang belajar. Gimana mau belajar, lha wong waktunya seharian habis untuk ritualnya yang aneh-aneh dan tidak berguna itu. Kadang ia baru selesai mandi malam pukul 10 malam, setelah sesorean sibuk mengelap-ngelap meja belajarnya berulang-ulang, menggeser-geser kursi dan menata buku-bukunya. Semuanya harus tersusun rapi. Sudah rapi pun masih disusun-susun terus. Seringkali, karena jengkel dan tak sabar, ayah kami membentak dan memarahinya. Bukannya berhenti,adik saya justru semakin menjadi-jadi kelakuannya. Apakah adik saya menderita gangguan jiwa mbak? apa nama penyakitnya ini, apa penyebabnya dan bagaimana cara menyembuhkannya?
****************
Jawaban :
Tentu membingungkan dan sulit sekali ya menghadapi keanehan-keanehan adik anda yang berlangsung setiap hari. Bisa dimengerti bahwa seluruh anggota keluarga yang lain terkadang menjadi pusing bahkan jengkel dan bisa-bisa frustrasi melihat berbagai kesibukan dan ritual yang dilakukannya. Namun yang terutama dibutuhkan dalam menghadapi kasus semacam ini justru pengertian dan kesabaran Anda beserta seluruh anggota keluarga yang lain. Dalam psikologi, perilaku adik Anda tergolong obsesif kompulsif. Adik anda tampaknya menderita gangguan jiwa neurotis yang berbentuk pikiran yang muncul berulang-ulang dan terus-menerus (obsesi), disertai dorongan yang tak dapat dikendalikan untuk melakukan suatu perbuatan secara berulang-ulang dan terus-menerus pula (kompulsif). Orang lain yang normal memang sering tak bisa memahami apa maksud dan tujuan dari perilaku tersebut.
Bentuk dari obsesif kompulsif bisa bermacam-macam. Pada adik Anda, pikiran obsesifnya adalah agar dirinya selalu dalam keadaan bersih dan rapi. Pikiran-pikiran ini terus mendominasi dirinya, dan tampil dalam bentuk aktivitas-aktivitas mencuci tangan, mandi, mengelap dan mengatur-atur barang-barang tak henti-hentinya. Bukan hanya keluarga dan orang-orang di sekitarnya yang terganggu, adik anda pun sebetulnya menyadari bahwa rangkaian kebiasaannya tersebut tidak masuk akal, menghabiskan waktunya dan menghambat dirinya untuk melakukan hal-hal lain yang lebih berguna, namun ia tak mampu menghentikannya karena pikiran-pikiran obsesifnya menguasai dirinya.
Di satu sisi, perilaku kompulsifnya itu bisa meredakan ketegangan dan kegelisahan di dalam dirinya, sehingga ia merasa lebih tenang setelah mengerjakannya. Masalahnya, adik Anda jadi kehabisan waktu untuk melakukan aktivitas-aktivitas lain yang lebih produktif. Beberapa merupakan kegiatan sehari-hari yang wajar dan normal untuk merawat diri (mandi, berpakaian, makan, tidur), sebagian lainnya merupakan tuntutan dari lingkungan sosialnya yang harus ia penuhi untuk dapat hidup normal dan beradaptasi (bermain, bersosialisasi, belajar, dan sekolah). Karena terbelenggu dalam pikiran obsesif dan ritual kegiatan kompulsinya, adik anda seakan terjebak dalam lingkaran setan yang kian lama semakin parah. Seperti yang anda ceritakan, ia menjadi tertinggal pelajaran di sekolah, kehabisan waktu untuk belajar, sering terlambat, jarang menyelesaikan PR, mengerjakan soal-soal ujian tidak selesai, akibatnya nilai-nilainya jelek, sehingga ia sering mendapat teguran dari guru dan dimarahi oleh ayah di rumah. Kondisi ini menimbulkan stres dan frustrasi di dalam dirinya, yang selanjutnya justru memperkuat pikiran-pikiran obsesif dan perilaku kompulsifnya. Semakin ia merasa gelisah, stres, sedih dan frustrasi, ia akan semakin sering mengulang-ulang perilaku anehnya untuk meredakan ketegangannya, lalu giliran ayah yang tak sabar menjadi bertambah marah, sehingga adik Anda akan semakin sibuk dengan ritual-ritual anehnya itu dan seterusnya. Bisa Anda bayangkan, keadaan akan semakin buruk jika tak segera diatasi.
Adik Anda membutuhkan bantuan dan dukungan dari seluruh anggota keluarga untuk bisa sembuh dari penyakitnya. Oleh karena itu, tugas Anda sebagai kakak untuk selalu mengingatkan mereka agar bersabar dan mencoba memahami kondisi adik Anda. Terutama kepada ayah yang pemarah, perlu Anda himbau untuk mau berusaha menahan luapan emosinya, karena itu hanya akan memperparah kondisi si sakit. Agar lebih bisa memahami, sebaiknya seluruh anggota keluarga berusaha mencari akar penyebab munculnya gangguan yang dialami oleh adik Anda. Sebab, pasti ada sesuatu yang mendasari munculnya pikiran2 dan perilaku obsesif-kompusif itu.
Menurut Sigmun Freud dari kacamata psikoanalisa, gangguan obsesif-kompulsif disebabkan adanya tahapan perkembangan yang terhenti, yaitu pada suatu tahapan yang dinamakan fase anal. Pada penyakit ini, penderita berusaha amat keras mengontrol dorongan-dorongan primitifnya dengan reaksi yang berlebihan, sehingga pikirannya menjadi terus-menerus terpaku pada kebersihan dan kerapian yang berlebihan. Hal ini sebetulnya untuk menutupi atau mengingkari kebutuhan primitif seperti mengompol, atau untuk menghapus keinginan-keinginan yang terlarang, misalnya rasa ingin memberontak terhadap orangtua yang otoriter, karena takut berdosa dan takut dimarahi lalu ditutup-tutupi dengan sikap diam dan kesibukan kompulsifnya tersebut.
Ahli lain yaitu Alfred Adler mengemukakan pendapat yang senada, yaitu bahwa gangguan ini muncul jika kebutuhan anak untuk merasa dirinya mampu atau kompeten dihambat oleh sikap orangtua yang terlalu mengecilkan atau terlalu dominan terhadap anak. Akibatnya, anak merasa tidak berdaya, tidak bisa apa-apa, dan merasa inferior. Akhirnya, anak cuma berpegang pada pola tingkah laku sederhana, yang dapat dan aman dilakukan. Pada adik anda, perilaku yang dirasanya aman dan mampu ia kerjakan antara lain: terus-menerus mengelap dan merapikan meja belajarnya serta membereskan tempat tidurnya.
Memang, gangguan obsesif kompulsif cukup sulit disembuhkan. Adik Anda membutuhkan bantuan psikiater atau psikolog klinis yang mampu memberikan terapi yang tepat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Anda bisa datang ke psikiater atau ke bagian klinis fakultas psikologi, namun penyembuhan adik Anda membutuhkan proses yang cukup lama, sehingga Anda dan keluarga harus sabar, penuh tekad dan telaten mendampingi adik Anda selama menjalani proses terapi.
Maya Harry, Psi
Sumber : Wanita Indonesia
Atas dorongan istri saya, saya menulis surat ini untuk minta saran tentang adik bungsu saya, laki-laki berusia 18 tahun. Ia memiliki segudang kebiasaan aneh yang dilakukannya sejak kecil tetapi akhir-akhir ini semakin parah saja. Adik saya itu sifatnya sangat pendiam dan pemalu, jarang bicara dan tidak suka bergaul. Ia senangnya berdiam diri di rumah atau mengurung diri di kamar.
Yang amat aneh, ia terlalu menjaga kerapian dan kebersihan dalam segala hal, terutama yang menyangkut dirinya yaitu pakaian, meja belajar dan tempat tidurnya. Semua harus bersih dan tertata rapi. Ia selalu curiga ada kuman di badannya, sehingga sering mandi berulang-ulang, bisa delapan sampai sepuluh kali sehari. Belum lagi kalau mau makan, cuci tangannya itu, bisa setengah jam sendiri. Sampai-sampai wastafel dan sabunnya pun dicucinya berulang-ulang. Ia selalu menyetrika kembali pakaian yang akan dipakainya, walaupun sudah licin disetrika pembantu. Baju yang habis dipakainya selalu ia lipat kembali dengan hati-hati, berulang-ulang sampai ia yakin sudah rapi betul, hanya untuk diletakkan di keranjang cucian. Sering ketika sudah siap berangkat sekolah, tiba-tiba ia balik lagi masuk ke dalam rumah untuk cuci tangan, juga membuka kembali sepatunya karena mau cuci kaki lagi. Akibatnya ia sering terlambat ke sekolah dan mendapat peringatan dari gurunya. Nilai-nilai raportnya pun semakin menurun, karena ia jarang belajar. Gimana mau belajar, lha wong waktunya seharian habis untuk ritualnya yang aneh-aneh dan tidak berguna itu. Kadang ia baru selesai mandi malam pukul 10 malam, setelah sesorean sibuk mengelap-ngelap meja belajarnya berulang-ulang, menggeser-geser kursi dan menata buku-bukunya. Semuanya harus tersusun rapi. Sudah rapi pun masih disusun-susun terus. Seringkali, karena jengkel dan tak sabar, ayah kami membentak dan memarahinya. Bukannya berhenti,adik saya justru semakin menjadi-jadi kelakuannya. Apakah adik saya menderita gangguan jiwa mbak? apa nama penyakitnya ini, apa penyebabnya dan bagaimana cara menyembuhkannya?
****************
Jawaban :
Tentu membingungkan dan sulit sekali ya menghadapi keanehan-keanehan adik anda yang berlangsung setiap hari. Bisa dimengerti bahwa seluruh anggota keluarga yang lain terkadang menjadi pusing bahkan jengkel dan bisa-bisa frustrasi melihat berbagai kesibukan dan ritual yang dilakukannya. Namun yang terutama dibutuhkan dalam menghadapi kasus semacam ini justru pengertian dan kesabaran Anda beserta seluruh anggota keluarga yang lain. Dalam psikologi, perilaku adik Anda tergolong obsesif kompulsif. Adik anda tampaknya menderita gangguan jiwa neurotis yang berbentuk pikiran yang muncul berulang-ulang dan terus-menerus (obsesi), disertai dorongan yang tak dapat dikendalikan untuk melakukan suatu perbuatan secara berulang-ulang dan terus-menerus pula (kompulsif). Orang lain yang normal memang sering tak bisa memahami apa maksud dan tujuan dari perilaku tersebut.
Bentuk dari obsesif kompulsif bisa bermacam-macam. Pada adik Anda, pikiran obsesifnya adalah agar dirinya selalu dalam keadaan bersih dan rapi. Pikiran-pikiran ini terus mendominasi dirinya, dan tampil dalam bentuk aktivitas-aktivitas mencuci tangan, mandi, mengelap dan mengatur-atur barang-barang tak henti-hentinya. Bukan hanya keluarga dan orang-orang di sekitarnya yang terganggu, adik anda pun sebetulnya menyadari bahwa rangkaian kebiasaannya tersebut tidak masuk akal, menghabiskan waktunya dan menghambat dirinya untuk melakukan hal-hal lain yang lebih berguna, namun ia tak mampu menghentikannya karena pikiran-pikiran obsesifnya menguasai dirinya.
Di satu sisi, perilaku kompulsifnya itu bisa meredakan ketegangan dan kegelisahan di dalam dirinya, sehingga ia merasa lebih tenang setelah mengerjakannya. Masalahnya, adik Anda jadi kehabisan waktu untuk melakukan aktivitas-aktivitas lain yang lebih produktif. Beberapa merupakan kegiatan sehari-hari yang wajar dan normal untuk merawat diri (mandi, berpakaian, makan, tidur), sebagian lainnya merupakan tuntutan dari lingkungan sosialnya yang harus ia penuhi untuk dapat hidup normal dan beradaptasi (bermain, bersosialisasi, belajar, dan sekolah). Karena terbelenggu dalam pikiran obsesif dan ritual kegiatan kompulsinya, adik anda seakan terjebak dalam lingkaran setan yang kian lama semakin parah. Seperti yang anda ceritakan, ia menjadi tertinggal pelajaran di sekolah, kehabisan waktu untuk belajar, sering terlambat, jarang menyelesaikan PR, mengerjakan soal-soal ujian tidak selesai, akibatnya nilai-nilainya jelek, sehingga ia sering mendapat teguran dari guru dan dimarahi oleh ayah di rumah. Kondisi ini menimbulkan stres dan frustrasi di dalam dirinya, yang selanjutnya justru memperkuat pikiran-pikiran obsesif dan perilaku kompulsifnya. Semakin ia merasa gelisah, stres, sedih dan frustrasi, ia akan semakin sering mengulang-ulang perilaku anehnya untuk meredakan ketegangannya, lalu giliran ayah yang tak sabar menjadi bertambah marah, sehingga adik Anda akan semakin sibuk dengan ritual-ritual anehnya itu dan seterusnya. Bisa Anda bayangkan, keadaan akan semakin buruk jika tak segera diatasi.
Adik Anda membutuhkan bantuan dan dukungan dari seluruh anggota keluarga untuk bisa sembuh dari penyakitnya. Oleh karena itu, tugas Anda sebagai kakak untuk selalu mengingatkan mereka agar bersabar dan mencoba memahami kondisi adik Anda. Terutama kepada ayah yang pemarah, perlu Anda himbau untuk mau berusaha menahan luapan emosinya, karena itu hanya akan memperparah kondisi si sakit. Agar lebih bisa memahami, sebaiknya seluruh anggota keluarga berusaha mencari akar penyebab munculnya gangguan yang dialami oleh adik Anda. Sebab, pasti ada sesuatu yang mendasari munculnya pikiran2 dan perilaku obsesif-kompusif itu.
Menurut Sigmun Freud dari kacamata psikoanalisa, gangguan obsesif-kompulsif disebabkan adanya tahapan perkembangan yang terhenti, yaitu pada suatu tahapan yang dinamakan fase anal. Pada penyakit ini, penderita berusaha amat keras mengontrol dorongan-dorongan primitifnya dengan reaksi yang berlebihan, sehingga pikirannya menjadi terus-menerus terpaku pada kebersihan dan kerapian yang berlebihan. Hal ini sebetulnya untuk menutupi atau mengingkari kebutuhan primitif seperti mengompol, atau untuk menghapus keinginan-keinginan yang terlarang, misalnya rasa ingin memberontak terhadap orangtua yang otoriter, karena takut berdosa dan takut dimarahi lalu ditutup-tutupi dengan sikap diam dan kesibukan kompulsifnya tersebut.
Ahli lain yaitu Alfred Adler mengemukakan pendapat yang senada, yaitu bahwa gangguan ini muncul jika kebutuhan anak untuk merasa dirinya mampu atau kompeten dihambat oleh sikap orangtua yang terlalu mengecilkan atau terlalu dominan terhadap anak. Akibatnya, anak merasa tidak berdaya, tidak bisa apa-apa, dan merasa inferior. Akhirnya, anak cuma berpegang pada pola tingkah laku sederhana, yang dapat dan aman dilakukan. Pada adik anda, perilaku yang dirasanya aman dan mampu ia kerjakan antara lain: terus-menerus mengelap dan merapikan meja belajarnya serta membereskan tempat tidurnya.
Memang, gangguan obsesif kompulsif cukup sulit disembuhkan. Adik Anda membutuhkan bantuan psikiater atau psikolog klinis yang mampu memberikan terapi yang tepat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Anda bisa datang ke psikiater atau ke bagian klinis fakultas psikologi, namun penyembuhan adik Anda membutuhkan proses yang cukup lama, sehingga Anda dan keluarga harus sabar, penuh tekad dan telaten mendampingi adik Anda selama menjalani proses terapi.
Maya Harry, Psi
Sumber : Wanita Indonesia