Permasalahan :
Singkat saja, anakku sepertinya hiperaktif deh… ini pendapat dari gurunya di sekolah (TK B) yang menganjurkan saya untuk memeriksakan anak saya ke psikiater atau psikolog. Sejak mulai bersekolah, anak saya Ryan tidak mau diam di kelas. Selalu saja ada benda-benda yang direbut, ditumpahkan, dibuang ke lantai. Dia berlari-lari keliling kelas mengganggu teman-temannya yang sedang belajar. Jika dibujuk atau dilarang oleh gurunya, ia akan menangis dan mengamuk. Teman-temannya takut dan enggan bermain dengannya, sehingga ia dijuluki anak nakal. Saya memang kewalahan mengasuhnya di rumah. Saya pikir, ia akan bisa lebih tenang dan belajar untuk bisa lebih berkonsentrasi di sekolah. Tapi nyatanya sampai saat ini belum ada kemajuan yang menggembirakan. Apakah anak saya benar-benar hiperaktif? Apa ciri-ciri anak hiperaktif dan bagaimana cara yang tepat untuk mendidiknya agar bisa mengurangi hiperaktivitasnya? Terima kasih atas jawaban.
***************
Jawaban :
Mbak Tina, hati-hati dengan istilah hiperaktif. Sekarang ini ada kecenderungan orang tua terlalu mudah mencap anaknya hiperaktif, padahal belum tentu benar. Bisa jadi, si anak hanya merupakan anak yang aktif dengan rasa ingin tahu dan minat eksplorasi yang besar, tetapi karena ia banyak bergerak dan ingin menjamah berbagai benda di sekelilingnya lantas dianggap anak hiperaktif. Istilah hiperaktivitas biasanya dikenakan terhadap anak dengan gerak fisik yang eksesif atau berlebihan, dengan pengertian di atas normal atau di atas rata-rata anak seusianya secara umum. Secara obyektif, orang tua dapat mengenali apakah anaknya tergolong hiperaktif atau tidak, yaitu dengan melihat jumlah/banyaknya dan derajat aktivitas anak. Jika aktivitas yang anak lakukan berlangsung terus-menerus namun seakan tidak sepenuhnya disadari oleh anak, serta berbeda dengan anak-anak lain yang sebaya (dalam kelompok umur dan jenis kelamin yang sama), maka orang tua bisa menduga kemungkinan adanya hiperaktivitas pada anaknya. Jika Anda merasa ragu-ragu, lakukan kunjungan ke sekolahnya dan amati ia ketika sedang berada di dalam kelas dan ketika ia sedang bermain bersama teman-temannya. Pendapat dari orang ketiga yang netral juga bisa menambah penilaian yang obyektif, jadi ada baiknya juga meminta pertolongan teman atau sahabat anda untuk meluangkan waktunya ikut bersama Anda mengobservasi anak di sekolah.
Konsep yang penting dari hiperaktivitas adalah, bahwa kondisi ini ditandai oleh adanya aktivitas yang tidak tepat (inappropriate) dan tidak terarah (undirected). Ini untuk membedakan anak hiperaktif dengan anak yang sangat aktif namun tingkah lakunya bertujuan dan produktif. Biasanya, orang tua dari anak yang hiperaktif sering menerima laporan atau keluhan dari guru bahwa si anak berlarian kemana-mana, tidak bisa diam, serta sering tidak menyelesaikan tugas-tugasnya di kelas. Namun, perlu anda ketahui pula bahwa anak normal yang berusia 2 sampai 3 tahun memang umumnya memiliki tingkat aktivitas fisik yang tinggi, karena usia tersebut adalah usia dimana rasa ingin tahu anak sangat besar, dibarengi dengan telah dicapainya kemampuan fisik dan gerak yang lebih baik sehingga anak bisa berjalan, berlari, menggapai berbagai benda yang menarik minatnya. Demikian juga anak yang sangat eksploratif serta anak-anak yang cerdas, biasanya juga dibarengi dengan gerak yang lebih aktif. Kematangan dan pertambahan usia seringkali dengan sendirinya mengurangi tingkat keaktifan anak, sehingga pada usia belasan tahun anak bisa lebih tenang. Namun, memang ada jenis-jenis hiperaktivitas dan gangguan konsentrasi yang menetap hingga usia dewasa.
Yang penting, ketahui dulu secara pasti apa penyebab hiperaktivitas anak. Orang tua bisa memeriksakan anak ke dokter anak atau psikolog, dimana anak akan menjalani serangkaian tes psikologis untuk mengetahui kondisinya. Evaluasi terhadap anak sebaiknya didapat melalui pendekatan yang multidisipliner agar lebih akurat, termasuk dengan menggali penyebab yang bersifat neurologis.
Apa yang dapat dilakukan oleh orang tua?
§ Berikan pujian terhadap perilaku yang tepat. Pada anak kecil, pujian langsung serta pemberian hadiah biasanya efektif. Jika anak bisa duduk tenang, memperhatikan, dan menyelesaikan tugasnya, katakan: “wah hebat, Ryan ternyata bisa mengerjakan tugas ini dengan hati-hati.” Atau, “aduh, manis sekali kamu bisa duduk tenang dan menyelesaikan tugasmu.”
Singkat saja, anakku sepertinya hiperaktif deh… ini pendapat dari gurunya di sekolah (TK B) yang menganjurkan saya untuk memeriksakan anak saya ke psikiater atau psikolog. Sejak mulai bersekolah, anak saya Ryan tidak mau diam di kelas. Selalu saja ada benda-benda yang direbut, ditumpahkan, dibuang ke lantai. Dia berlari-lari keliling kelas mengganggu teman-temannya yang sedang belajar. Jika dibujuk atau dilarang oleh gurunya, ia akan menangis dan mengamuk. Teman-temannya takut dan enggan bermain dengannya, sehingga ia dijuluki anak nakal. Saya memang kewalahan mengasuhnya di rumah. Saya pikir, ia akan bisa lebih tenang dan belajar untuk bisa lebih berkonsentrasi di sekolah. Tapi nyatanya sampai saat ini belum ada kemajuan yang menggembirakan. Apakah anak saya benar-benar hiperaktif? Apa ciri-ciri anak hiperaktif dan bagaimana cara yang tepat untuk mendidiknya agar bisa mengurangi hiperaktivitasnya? Terima kasih atas jawaban.
***************
Jawaban :
Mbak Tina, hati-hati dengan istilah hiperaktif. Sekarang ini ada kecenderungan orang tua terlalu mudah mencap anaknya hiperaktif, padahal belum tentu benar. Bisa jadi, si anak hanya merupakan anak yang aktif dengan rasa ingin tahu dan minat eksplorasi yang besar, tetapi karena ia banyak bergerak dan ingin menjamah berbagai benda di sekelilingnya lantas dianggap anak hiperaktif. Istilah hiperaktivitas biasanya dikenakan terhadap anak dengan gerak fisik yang eksesif atau berlebihan, dengan pengertian di atas normal atau di atas rata-rata anak seusianya secara umum. Secara obyektif, orang tua dapat mengenali apakah anaknya tergolong hiperaktif atau tidak, yaitu dengan melihat jumlah/banyaknya dan derajat aktivitas anak. Jika aktivitas yang anak lakukan berlangsung terus-menerus namun seakan tidak sepenuhnya disadari oleh anak, serta berbeda dengan anak-anak lain yang sebaya (dalam kelompok umur dan jenis kelamin yang sama), maka orang tua bisa menduga kemungkinan adanya hiperaktivitas pada anaknya. Jika Anda merasa ragu-ragu, lakukan kunjungan ke sekolahnya dan amati ia ketika sedang berada di dalam kelas dan ketika ia sedang bermain bersama teman-temannya. Pendapat dari orang ketiga yang netral juga bisa menambah penilaian yang obyektif, jadi ada baiknya juga meminta pertolongan teman atau sahabat anda untuk meluangkan waktunya ikut bersama Anda mengobservasi anak di sekolah.
Konsep yang penting dari hiperaktivitas adalah, bahwa kondisi ini ditandai oleh adanya aktivitas yang tidak tepat (inappropriate) dan tidak terarah (undirected). Ini untuk membedakan anak hiperaktif dengan anak yang sangat aktif namun tingkah lakunya bertujuan dan produktif. Biasanya, orang tua dari anak yang hiperaktif sering menerima laporan atau keluhan dari guru bahwa si anak berlarian kemana-mana, tidak bisa diam, serta sering tidak menyelesaikan tugas-tugasnya di kelas. Namun, perlu anda ketahui pula bahwa anak normal yang berusia 2 sampai 3 tahun memang umumnya memiliki tingkat aktivitas fisik yang tinggi, karena usia tersebut adalah usia dimana rasa ingin tahu anak sangat besar, dibarengi dengan telah dicapainya kemampuan fisik dan gerak yang lebih baik sehingga anak bisa berjalan, berlari, menggapai berbagai benda yang menarik minatnya. Demikian juga anak yang sangat eksploratif serta anak-anak yang cerdas, biasanya juga dibarengi dengan gerak yang lebih aktif. Kematangan dan pertambahan usia seringkali dengan sendirinya mengurangi tingkat keaktifan anak, sehingga pada usia belasan tahun anak bisa lebih tenang. Namun, memang ada jenis-jenis hiperaktivitas dan gangguan konsentrasi yang menetap hingga usia dewasa.
Yang penting, ketahui dulu secara pasti apa penyebab hiperaktivitas anak. Orang tua bisa memeriksakan anak ke dokter anak atau psikolog, dimana anak akan menjalani serangkaian tes psikologis untuk mengetahui kondisinya. Evaluasi terhadap anak sebaiknya didapat melalui pendekatan yang multidisipliner agar lebih akurat, termasuk dengan menggali penyebab yang bersifat neurologis.
Apa yang dapat dilakukan oleh orang tua?
§ Berikan pujian terhadap perilaku yang tepat. Pada anak kecil, pujian langsung serta pemberian hadiah biasanya efektif. Jika anak bisa duduk tenang, memperhatikan, dan menyelesaikan tugasnya, katakan: “wah hebat, Ryan ternyata bisa mengerjakan tugas ini dengan hati-hati.” Atau, “aduh, manis sekali kamu bisa duduk tenang dan menyelesaikan tugasmu.”
- Tentukan tujuan-tujuan harian yang spesifik dan berikan contohnya, misalnya: makan dengan tenang di meja makan. Jika anak berhasil melakukan itu, puji dia segera. Pemberian contoh dan pujian ini harus sering diulang.
- Ciptakan struktur yang jelas di rumah. Anak harus tahu secara jelas apa yang diharapkan oleh orang tua. Tanpa perlu marah, anda bisa mengatakan: “Ryan, jangan meloncat-loncat nanti tugas menggambarnya tidak selesai.” Atau, “ayo Ryan, teruskan menggambarnya sampai selesai.”
- Ajarkan anak untuk rileks. Katakan: “Ryan capek ya? Coba tenang dan tarik nafas dalam-dalam. Sambil istirahat begini, kamu boleh melihat ke luar jendela.”
- Persiapkan anak sebelum melakukan sesuatu. Misalnya, sebelum masuk ke mal, katakan: “nanti di sana banyak orang dan berisik. Ryan tetap tenang ya, sama ibu.” Anda juga bisa mengatakan: “nanti di toko tidak boleh memegang barang-barang yang dipajang. Jadi, Ryan pegang mainan Ryan ini ya.”
- Adakalanya anak harus duduk menunggu. Ia bisa melakukannya sambil melakukan aktivitas seperti mewarnai gambar, menyambung titik-titik menjadi sebuah gambar, atau membaca buku cerita baru yang menarik. Kuncinya adalah penggunaan strategi yang baik untuk mempersiapkan anak agar fokus kepada satu aktivitas selama waktu tertentu sehingga lama-kelamaan ia terbiasa.
- Di rumah, distraksi dapat dikurangi dengan membantu anak mengatur kamarnya. Bersihkan meja belajarnya dari benda-benda lain yang mengganggu atau yang bisa menarik perhatiannya. Tempatkan mainannya di dalam kotak tertutup agar tidak terus-menerus terlihat oleh mata pada saat ia harus belajar.
- Saudara kandung bisa berperan sebagai model yang dapat ditiru oleh anak. Tapi ingat, jangan membanding-bandingkan anak dengan kakak atau adiknya yang lebih baik. Biarkan anak mengamati sendiri dan meniru dalam suasana yang menyenangkan tanpa perlu dikatakan bahwa “si kakak/adik lebih baik dari kamu.”
- Orang tua juga dapat memberi contoh melalui kata-kata, misalnya: “mama harus menyelesaikan ini dulu, baru setelah itu mama bisa istirahat…” atau, “wah.. kerjaan yang ini belum benar-benar selesai, jadi mama mau bereskan dulu.”
- Untuk menyalurkan energi yang berlebihan, sediakan karung tinju dan matras di rumah yang dapat dipukul-pukul oleh anak sekaligus sambil berolahraga. Misalnya, selama 15 menit sambil menunggu makan malam, anak bisa berolahraga dengan berguling-guling di matras, atau berlatih tinju bersama ayah. Ini sekaligus berguna untuk melatih otot-otot, daya tahan dan kekuatannya.
- Ajak anak melakukan tugas-tugas di rumah yang membutuhkan energi, misalnya menyapu, membersihkan kamar, mencuci mobil, menata buku-buku, dll.
- Mendengarkan musik selama 15 menit merupakan salah satu metode relaksasi yang dapat dianjurkan kepada anak ketika beristirahat di sela-sela pekerjaannya.
- Diskusikan secara rutin dengan guru di sekolah tentang kemajuan anak, agar orang tua dapat segera mengetahui jika kondisi hiperaktif anak telah berkurang.
- Jika semua metode yang dilakukan orang tua masih kurang efektif, cari bantuan profesional yang dapat memberikan terapi relaksasi otot, latihan mengatasi stres, dan terapi melalui obat atau makanan yang dikontrol dengan tepat.
Maya Harry, Psi
Sumber : Wanita Indonesia
Assalamu'alaikum. Anak saya perempuan brumur 1 thun 10 blan. Dan ia adalah anak pertama. Beberapa minggu trakhir ini ia bersikap sangat tempramental. Apapun jika tidak sesuai dgn keinginannya maka ia akan marah, menangis dan mlempar2 brang dskitarnya. Jika ia sdang bermain dgn tmanya yg maka temanya akan menjadi sasaran pukulanya. Ditambah lagi ia sering meludah ke orang jika pukulan dan lmparanya tak mengenai sasaran. Istri sayapun juga tak luput mjd sasaran kemarahan,lemparan n pkulan jika apa yg diminta tak sgera dtruti. Smpai2 istri sy kwalahan mengrahkan anak saya. Mhon saran dlam membimbing anak kami...trimaksih. wassalam...
BalasHapus