Permasalahan:
Saya seorang Ibu rumah tangga (39th) mempunyai seorang adik perempuan yang terpaut setahun di bawah saya ( kini tinggal dengan ayah yang sudah tua) yang ‘lain daripada yang lain’. Adik saya ber IQ rendah , ia dulunya sering kabur-kaburan (karena tak betah di rumah, tak ada kegiatan dan rumah pun dalam kondisi tak layak) dan kerap jadi korban pemerkosaan hingga diperkosa beramai-ramai dan dua kali melahirkan anak, yang satu meninggal dan satu lagi saya serahkan ke panti asuhan (namun anak itu kini entah dimana, kalau masih ada usianya sekitar 12 tahun, lelaki).
Saya pernah mencoba melacak anak itu, namun jawaban pengurus panti asuhan mengecewakan saya , katanya dulu sudah meninggal, katanya lagi sudah ada yang ngambil dan tak tahu berada dimana. Malah saya diberi uang biar diam. Apakah boleh menghilangkan identitas anak begitu saja, sedang Ibu kandungnya (adik saya) masih ada? Dulu pengurus panti tersebut janji, bila ada yang mengadopsi, saya akan diberitahu, tapi nyatanya bohong. Saya tak akan menuntut materi atau anak itu lagi, saya Cuma ingin anak itu tahu keberadaan Ibu kandungnya dan saya pun takut bila kelak anak perempuan saya ‘berjodoh’ dengan sepupunya, itu karena tak tahu. Saya takut nantinya melemahkan keturunan.
Lalu mengenai adik saya, suami saya tak mau peduli. Kami hanya 2 bersaudara, saya tak punya tempat berbagi, memikirkan nasib adik saya, bila ditinggal ayah saya, (sementara Ibu sudah tiada) siapa yang akan mengurusnya? Haruskah ia menjadi gelandangan seperti yang pernah ia lakoni beberapa tahun yang lalu, tidur dijalanan dan makan memungut makanan sisa dari tempat sampah. Hati saya miris dan hancur bu.
Bu, saya dan suami suka menolong orang lain, tapi koq tak bisa menolong ayah dan adik sendiri, hati saya sakit bu. Suami saya mungkin malu punya ipar seperti adik saya. Adik saya dulu bersekolah di SD namun ia selalu tertinggal, namun di SLB ia juara, ia juga rajin dan bertanggungjawab. Ia penyuka anak kecil, hatinya mudah tersentuh asal tidak tersinggung, ia sebetulnya baik. Bu, apakah ada Yayasan Sosial yang bisa menampungnya? Mungkin ia bisa menyumbangkan tenaganya di Panti Tuna Grahita, Panti Jompo atau apa, asal ia bisa makan dan numpang tidur. Dan yang terpenting, ia punya kegiatan, tidak seperti sekarang cuma tidur dan bengong di rumah. ia tak punya kawan bu. Sejak kecil ia bernasib malang, saya sedih bila mengingatnya.
Tolonglah saya bu atau mungkin ada pembaca yang bisa menolong saya? Kalau melihat keadaan ayah dan adik saya serta memikirkan nantinya, saya sering menangis sendirian. Saya merasa tak berdaya.
Sekian surat saya dan atas perhatinya saya ucapkan terima kasih.
***************
Jawaban :
Dear Ibu Sarah, saya ikut merasakan kesedihan Ibu memikirkan nasib ayah dan adik yang hidup sendiri serta keponakan yang saat ini entah dimana. Rupanya Ibu menanggung beban itu sendirian, karena suami tak mau ikut peduli memikirkan nasib mereka. Tak heran jika Ibu merasa tak berdaya, terjepit di antara orang-orang yang disayangi. Sementara di satu pihak ingin merengkuh ayah dan adik yang hidup kesepian tak terurus, di sisi lain harus patuh kepada suami yang enggan terbebani dan terganggu privacy-nya. Namun, saya salut dan hormat kepada Anda yang mau terus memikirkan dan memperjuangkan nasib orang-orang tercinta yang malang itu.
Memikirkan begitu banyak anak yang dibuang atau dititipkan di panti asuhan, tak bisa hidup berkecukupan dan berlimpah kasih sayang sebagaimana layaknya anak-anak lain yang lebih beruntung, tentu hati ini pilu dan tersentuh. Upaya Anda untuk terus mencari dan melacak keberadaan keponakan yang dulu dititipkan di panti asuhan memang membutuhkan kesabaran, pengorbanan, kegigihan dan ketabahan. Sikap panti asuhan yang terkesan menutup-nutupi keberadaan sang anak tentu menyusahkan Anda, padahal salah satu tugas panti asuhan seharusnya berusaha mempersatukan kembali anak dengan orang tua kandung atau keluarganya yang masih ada.
Menilik ceritera Ibu, kemungkinan anak itu sudah diadop-si oleh seseorang/keluarga yang kemudian meminta pihak panti asuhan untuk merahasiakan identitas/keberadaan mereka. Memang, biasanya pasangan/keluarga yang mengadopsi anak dari panti asuhan menginginkan agar masa lalu atau latar belakang keluarga si anak dirahasiakan demi kebaikan anak itu sendiri, agar selanjutnya ia benar-benar dapat memulai hidup baru bersama keluarga baru/ orang tua angkatnya. Mereka umumnya takut suatu saat akan didatangi orang tua kandung atau sanak keluarga dari si anak adopsi yang ingin mengambil kembali anak tersebut. Jika alasannya demikian, Anda harus bisa memahaminya.
Namun, jika Anda masih penasaran tentang nasib kepo-nakan Anda itu, coba lakukan kembali pendekatan kepada pihak panti asuhan. Kemukakan alasan Anda yang sebatas ingin mengetahui dan memastikan bahwa keponakan Anda tersebut dalam kondisi baik, aman, terpelihara dan mendapatkan kasih sayang yang layak, sambil sekaligus untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan (mis: ‘berjodoh’ dengan sepupunya sendiri). Sampaikan komitmen Anda yang tidak berniat untuk mengambilnya secara paksa dari keluarga angkatnya, sebab bagaimana pun ia telah diadopsi. Jika memang saat ini ia menjalani kehidupan yang baik bersama orang tua angkatnya, maka hendaknya Anda mengikhlaskan bahkan mensyukurinya.
Mengenai suami yang menolak memberi ‘tumpangan’ tempat tinggal bagi adik Anda, cari waktu yang tepat dan bicarakan kembali hal itu baik-baik. Tanyakan dan pahami alasan suami, lalu berusahalah untuk mencapai kompromi. Bagaimanapun, Anda harus menghormati keinginan dan alasan suami, namun Anda juga punya hak untuk menyampaikan keingingan serta alasan-alasan Anda. Kompromi dengan suami antara lain bisa diupayakan dengan mengusulkan bahwa adik Anda hanya akan menumpang sementara waktu saja (bukan seterusnya atau selamanya), sementara Anda membantu mencarikan pekerjaan, panti atau yayasan yang dapat menampung sekaligus memberinya pekerjaan agar ia bisa hidup secara mandiri.
Meski adik Anda memiliki keterbatasan dalam hal taraf kecerdasannya, namun ia pun masih memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat membuatnya sanggup bertahan hidup, bukan? Nah, saya yakin dengan kegigihan dan sikap pantang menyerah, Anda akhirnya akan menemukan jalan keluar bagi adik Anda tersebut. Bila perlu, tetapkan batas waktunya dan untuk sementara waktu ke depan, mintalah suami untuk bersabar. Lebih baik lagi jika Anda bisa membujuknya untuk mau membantu usaha Anda. Toh jika berhasil mendapatkan tempat tinggal dan pekerjaan bagi adik Anda, maka Anda dan suami jugalah yang akan terbebas dari ‘beban’ menampung adik.
Demikian saran saya bu, teruslah berdoa, bersabar dan berusaha ya….!
Maya Harry Psi
Sumber : Tabloid Wanita Indonesia
Saya seorang Ibu rumah tangga (39th) mempunyai seorang adik perempuan yang terpaut setahun di bawah saya ( kini tinggal dengan ayah yang sudah tua) yang ‘lain daripada yang lain’. Adik saya ber IQ rendah , ia dulunya sering kabur-kaburan (karena tak betah di rumah, tak ada kegiatan dan rumah pun dalam kondisi tak layak) dan kerap jadi korban pemerkosaan hingga diperkosa beramai-ramai dan dua kali melahirkan anak, yang satu meninggal dan satu lagi saya serahkan ke panti asuhan (namun anak itu kini entah dimana, kalau masih ada usianya sekitar 12 tahun, lelaki).
Saya pernah mencoba melacak anak itu, namun jawaban pengurus panti asuhan mengecewakan saya , katanya dulu sudah meninggal, katanya lagi sudah ada yang ngambil dan tak tahu berada dimana. Malah saya diberi uang biar diam. Apakah boleh menghilangkan identitas anak begitu saja, sedang Ibu kandungnya (adik saya) masih ada? Dulu pengurus panti tersebut janji, bila ada yang mengadopsi, saya akan diberitahu, tapi nyatanya bohong. Saya tak akan menuntut materi atau anak itu lagi, saya Cuma ingin anak itu tahu keberadaan Ibu kandungnya dan saya pun takut bila kelak anak perempuan saya ‘berjodoh’ dengan sepupunya, itu karena tak tahu. Saya takut nantinya melemahkan keturunan.
Lalu mengenai adik saya, suami saya tak mau peduli. Kami hanya 2 bersaudara, saya tak punya tempat berbagi, memikirkan nasib adik saya, bila ditinggal ayah saya, (sementara Ibu sudah tiada) siapa yang akan mengurusnya? Haruskah ia menjadi gelandangan seperti yang pernah ia lakoni beberapa tahun yang lalu, tidur dijalanan dan makan memungut makanan sisa dari tempat sampah. Hati saya miris dan hancur bu.
Bu, saya dan suami suka menolong orang lain, tapi koq tak bisa menolong ayah dan adik sendiri, hati saya sakit bu. Suami saya mungkin malu punya ipar seperti adik saya. Adik saya dulu bersekolah di SD namun ia selalu tertinggal, namun di SLB ia juara, ia juga rajin dan bertanggungjawab. Ia penyuka anak kecil, hatinya mudah tersentuh asal tidak tersinggung, ia sebetulnya baik. Bu, apakah ada Yayasan Sosial yang bisa menampungnya? Mungkin ia bisa menyumbangkan tenaganya di Panti Tuna Grahita, Panti Jompo atau apa, asal ia bisa makan dan numpang tidur. Dan yang terpenting, ia punya kegiatan, tidak seperti sekarang cuma tidur dan bengong di rumah. ia tak punya kawan bu. Sejak kecil ia bernasib malang, saya sedih bila mengingatnya.
Tolonglah saya bu atau mungkin ada pembaca yang bisa menolong saya? Kalau melihat keadaan ayah dan adik saya serta memikirkan nantinya, saya sering menangis sendirian. Saya merasa tak berdaya.
Sekian surat saya dan atas perhatinya saya ucapkan terima kasih.
***************
Jawaban :
Dear Ibu Sarah, saya ikut merasakan kesedihan Ibu memikirkan nasib ayah dan adik yang hidup sendiri serta keponakan yang saat ini entah dimana. Rupanya Ibu menanggung beban itu sendirian, karena suami tak mau ikut peduli memikirkan nasib mereka. Tak heran jika Ibu merasa tak berdaya, terjepit di antara orang-orang yang disayangi. Sementara di satu pihak ingin merengkuh ayah dan adik yang hidup kesepian tak terurus, di sisi lain harus patuh kepada suami yang enggan terbebani dan terganggu privacy-nya. Namun, saya salut dan hormat kepada Anda yang mau terus memikirkan dan memperjuangkan nasib orang-orang tercinta yang malang itu.
Memikirkan begitu banyak anak yang dibuang atau dititipkan di panti asuhan, tak bisa hidup berkecukupan dan berlimpah kasih sayang sebagaimana layaknya anak-anak lain yang lebih beruntung, tentu hati ini pilu dan tersentuh. Upaya Anda untuk terus mencari dan melacak keberadaan keponakan yang dulu dititipkan di panti asuhan memang membutuhkan kesabaran, pengorbanan, kegigihan dan ketabahan. Sikap panti asuhan yang terkesan menutup-nutupi keberadaan sang anak tentu menyusahkan Anda, padahal salah satu tugas panti asuhan seharusnya berusaha mempersatukan kembali anak dengan orang tua kandung atau keluarganya yang masih ada.
Menilik ceritera Ibu, kemungkinan anak itu sudah diadop-si oleh seseorang/keluarga yang kemudian meminta pihak panti asuhan untuk merahasiakan identitas/keberadaan mereka. Memang, biasanya pasangan/keluarga yang mengadopsi anak dari panti asuhan menginginkan agar masa lalu atau latar belakang keluarga si anak dirahasiakan demi kebaikan anak itu sendiri, agar selanjutnya ia benar-benar dapat memulai hidup baru bersama keluarga baru/ orang tua angkatnya. Mereka umumnya takut suatu saat akan didatangi orang tua kandung atau sanak keluarga dari si anak adopsi yang ingin mengambil kembali anak tersebut. Jika alasannya demikian, Anda harus bisa memahaminya.
Namun, jika Anda masih penasaran tentang nasib kepo-nakan Anda itu, coba lakukan kembali pendekatan kepada pihak panti asuhan. Kemukakan alasan Anda yang sebatas ingin mengetahui dan memastikan bahwa keponakan Anda tersebut dalam kondisi baik, aman, terpelihara dan mendapatkan kasih sayang yang layak, sambil sekaligus untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan (mis: ‘berjodoh’ dengan sepupunya sendiri). Sampaikan komitmen Anda yang tidak berniat untuk mengambilnya secara paksa dari keluarga angkatnya, sebab bagaimana pun ia telah diadopsi. Jika memang saat ini ia menjalani kehidupan yang baik bersama orang tua angkatnya, maka hendaknya Anda mengikhlaskan bahkan mensyukurinya.
Mengenai suami yang menolak memberi ‘tumpangan’ tempat tinggal bagi adik Anda, cari waktu yang tepat dan bicarakan kembali hal itu baik-baik. Tanyakan dan pahami alasan suami, lalu berusahalah untuk mencapai kompromi. Bagaimanapun, Anda harus menghormati keinginan dan alasan suami, namun Anda juga punya hak untuk menyampaikan keingingan serta alasan-alasan Anda. Kompromi dengan suami antara lain bisa diupayakan dengan mengusulkan bahwa adik Anda hanya akan menumpang sementara waktu saja (bukan seterusnya atau selamanya), sementara Anda membantu mencarikan pekerjaan, panti atau yayasan yang dapat menampung sekaligus memberinya pekerjaan agar ia bisa hidup secara mandiri.
Meski adik Anda memiliki keterbatasan dalam hal taraf kecerdasannya, namun ia pun masih memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat membuatnya sanggup bertahan hidup, bukan? Nah, saya yakin dengan kegigihan dan sikap pantang menyerah, Anda akhirnya akan menemukan jalan keluar bagi adik Anda tersebut. Bila perlu, tetapkan batas waktunya dan untuk sementara waktu ke depan, mintalah suami untuk bersabar. Lebih baik lagi jika Anda bisa membujuknya untuk mau membantu usaha Anda. Toh jika berhasil mendapatkan tempat tinggal dan pekerjaan bagi adik Anda, maka Anda dan suami jugalah yang akan terbebas dari ‘beban’ menampung adik.
Demikian saran saya bu, teruslah berdoa, bersabar dan berusaha ya….!
Maya Harry Psi
Sumber : Tabloid Wanita Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar