Permasalahan:
Susahnya punya anak remaja putri berusia 16 tahun, saya tidak lagi bisa mengerti jalan pikirannya. Dulu hubungan kami sangat dekat. Ia sangat manja dan apa-apa maunya sama saya. Saya memang Ibu yang cukup keras dalam mendidik anak-anak saya. Segala sesuatu di rumah ada aturannya, tidak boleh sembarangan. Sebab, suami bekerja di luar kota, di rumah hanya sebulan sekali sehingga saya yang menjadi kepala rumah tangga sehari-hari dengan 3 anak.
Semula, putri saya ini (seperti juga kakak dan adiknya), sangat penurut dan merupakan ‘anak rumahan’, tidak suka keluar rumah, lebih senang membantu menyelesaikan rumah tangga, menonton TV atau membaca di kamar tidurnya. Tetapi sekarang ini kok ia berubah?
Bermula dari urusan sekolah. Ketika lulus SMP, ia ngotot ingin sekolah di sekolah pilihannya, padahal saya sudah memilihkan sekolah lain yang lebih baik dan disiplin. Alasannya, teman-temannya banyak yang sekolah di situ. Ia juga jadi senang pergi bersama teman-temannya, sering tidak bilang-bilang dan langsung sepulang sekolah sehingga sore atau malam hari ia baru sampai di rumah. Belajarnya juga jadi malas dan nilai rapotnya menurun. Terus terang, saya kurang suka dengan teman-temannya yang sekarang.
Menurut saya, mereka membawa pengaruh yang kurang baik, di antaranya menjadikan putri saya berani melawan dan berbohong (pergi tanpa pamit). Itu sebabnya saya ingin ia bersekolah di tempat yang berbeda dengan teman-temannya itu, agar ia tidak terjerumus ke pergaulan yang salah. Karena khawatir dengan pergaulan putri saya, saya menjadi semakin otoriter dan suka marah-marah, tapi rasanya semua itu tak mempan bahkan membuat putri saya semakin membangkang. Mohon saran bagaimana yang terbaik menurut psikolog, sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
***************
Jawaban:
Bu Endang, seringkali orang tua lupa bahwa putri kesayangannya bukan bayi lagi. Ia kini sudah beranjak remaja, tentunya kebutuhannya sudah berbeda dengan bayi atau anak balita. Barangkali Anda merasa nyaman dengan adanya si kecil yang manja dan ‘lengket terus’ sama mamanya, sehingga Anda kaget sendiri ketika sekarang tiba-tiba ia ingin menjauh dan seolah tidak membutuhkan mamanya lagi. Sebenarnya, adalah hal yang wajar dan alamiah bahwa seorang anak remaja berusaha melepaskan diri dari ketergantungannya kepada orangtua. Ia sedang mencari jati dirinya. Bahkan, menjadi mandiri dan tidak tergantung kepada orang lain merupakan kebutuhan psikologis dan menjadi salah satu tugas perkembangan remaja, dimana ia harus belajar merencanakan, memilih alternatif, mengambil keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya.
Keberhasilan mencapai kemandirian akan menjadikan remaja lebih percaya diri dan merasa kompeten dalam menjalani hidupnya. Dengan sendirinya, ia pun akan termotivasi untuk maju dan memiliki keberanian untuk bersaing, serta memiliki kesadaran dari dalam dirinya sendiri untuk berhasil menyelesaikan sekolah demi masa depannya.
Robert Havighurst (1972), seorang ahli psikologi per-kembangan mengemukakan bahwa kemandirian memiliki 4 aspek, yaitu: Emosi (kemampuan mengontrol emosi dan menjadi tidak tergantung kepada orang tua), ekonomi (kemampuan mengatur dan tidak tergantung kepada orang tua dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi), intelektual (kemampuan mengatasi masalah tanpa bantuan orang tua) dan sosial (kemampuan berinteraksi dengan orang lain secara aktif, tidak tergantung atau bersikap pasif menunggu orang lain memulai). Keempat-empatnya perlu dicapai oleh remaja dalam pengembangan kemandiriannya.
Jika saat ini putri anda sepertinya lebih mementingkan teman-temannya dibanding orang tuanya, itu juga hal yang wajar, bu. Di usia remaja, kelompok teman sebaya memang menjadi lingkungan yang paling penting dan menjadi acuan dalam pencarian identitas dirinya. Melalui sosialisasi dan kegiatan bersama teman sebaya, remaja mengembangkan kemandiriannya.
Dengan mempelajari pola perilaku yang diterima di dalam kelompoknya, remaja mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya sehingga tercipta rasa aman. Itu sebabnya, sedikit demi sedikit remaja biasanya akan melepaskan diri dari ikatan psikis dengan orangtuanya dan menjadi lebih dekat ke teman-temannya.
Saran untuk Orangtua
*Untuk bisa mandiri, anak membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya. Ia membutuhkan proses dimana ia memiliki kesempatan mengalami perubahan-perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi mandiri. Jadi, berikan kepercayaan dan kesempatan kepada putri anda agar ia dapat mengembangkan inisiatif, menggali dan mengaktualisasikan kemampuan atau bakat-bakatnya, belajar mengatasi hambatan dan masalah-masalahnya sendiri, serta mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
*Sikap terlalu mengatur, membatasi dan melarang, justru bisa menghambat perkembangan kemandirian remaja serta menjadikannya kecewa dan frustrasi. Jadi, Anda perlu mengubah peran orang tua, yang semula sebagai pelindung, penjaga, penolong, menjadi sebagai teman dan pemberi dorongan. Sudah waktunya Anda mengurangi batasan-batasan dan aturan yang sudah tidak sesuai dengan usia dan kebutuhan putri Anda, seperti: jam tidur, jam belajar, tidak boleh berteman atau pergi dengan si A, harus pakai baju ini, jangan yang itu, dsb. Apalagi jika sampai menelepon teman-temannya untuk menanyakan pergi ke mana dan apa yang dilakukan. Hal ini akan menjadikan putri anda malu dan merasa tidak dipercaya.
*Sebaiknya, beri ia kebebasan memilih sekolah dan jurusan yang diinginkan sesuai minatnya, memilih kegiatan pengisi waktu luang, mengatur pembagian waktu antara waktu belajar dan waktu untuk melakukan hobinya. Berikan juga kesempatan untuk memutuskan sendiri dengan siapa ia ingin berteman, jam berapa harus sudah berada di rumah kembali setelah pergi bersama teman. Biarkan putri Anda bertanggungjawab atas segala tindakannya dan berusaha mengatasi sendiri berbagai masalahnya. Orang tua hanya bertindak sebagai pengamat, yang memberikan bantuan hanya jika diminta atau apabila tindakan-tindakan yang dilakukan oleh anak Anda bisa membahayakan dirinya maupun orang lain.
Tentunya, Anda tetap perlu mengimbangi kebebasan yang diberikan dengan pengawasan yang tepat. Jadi, berikan batasan dan ingatkan tentang norma-norma dan aturan misalnya: jangan pergi berdua saja dengan teman lawan jenis, jangan pulang terlalu malam, harus berpakaian yang sopan, dsb. Namun, tetaplah bersikap terbuka dalam mendengarkan argumentasi putri anda. Ciptakan dan peliharalah terus komunikasi dua arah agar orangtua dapat mengetahui pandangan-pandangan, perasaan dan pemikiran anak, dan sebaliknya anak juga dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh orangtuanya. posisikan diri anda sebagai teman agar Anda dan putri Anda bebas berdiskusi tentang batasan-batasan yang bisa disepakati bersama.
Demikian bu Endang, terus tunjukkan kasih sayang dan perhatian Anda dengan cara yang tidak mengekang. Bersiaplah selalu untuk menjadi teman dan penghiburnya dikala ia membutuhkan, namun jangan berharap putri Anda akan selalu datang kepada Anda, sebab ia sudah beranjak remaja dan sedang mencari jati dirinya. Dengan sikap-sikap yang tepat dari orang tua, ia akan dapat mengembangkan kepercayaan dirinya, memiliki pendirian sehingga tidak mudah dipengaruhi atau terbawa arus, lebih mampu berpikir objektif dan berani mengambil keputusan sendiri dan menjadi pribadi yang mandiri.
Maya Harry, SPsi
Sumber : Wanita Indonesia
Susahnya punya anak remaja putri berusia 16 tahun, saya tidak lagi bisa mengerti jalan pikirannya. Dulu hubungan kami sangat dekat. Ia sangat manja dan apa-apa maunya sama saya. Saya memang Ibu yang cukup keras dalam mendidik anak-anak saya. Segala sesuatu di rumah ada aturannya, tidak boleh sembarangan. Sebab, suami bekerja di luar kota, di rumah hanya sebulan sekali sehingga saya yang menjadi kepala rumah tangga sehari-hari dengan 3 anak.
Semula, putri saya ini (seperti juga kakak dan adiknya), sangat penurut dan merupakan ‘anak rumahan’, tidak suka keluar rumah, lebih senang membantu menyelesaikan rumah tangga, menonton TV atau membaca di kamar tidurnya. Tetapi sekarang ini kok ia berubah?
Bermula dari urusan sekolah. Ketika lulus SMP, ia ngotot ingin sekolah di sekolah pilihannya, padahal saya sudah memilihkan sekolah lain yang lebih baik dan disiplin. Alasannya, teman-temannya banyak yang sekolah di situ. Ia juga jadi senang pergi bersama teman-temannya, sering tidak bilang-bilang dan langsung sepulang sekolah sehingga sore atau malam hari ia baru sampai di rumah. Belajarnya juga jadi malas dan nilai rapotnya menurun. Terus terang, saya kurang suka dengan teman-temannya yang sekarang.
Menurut saya, mereka membawa pengaruh yang kurang baik, di antaranya menjadikan putri saya berani melawan dan berbohong (pergi tanpa pamit). Itu sebabnya saya ingin ia bersekolah di tempat yang berbeda dengan teman-temannya itu, agar ia tidak terjerumus ke pergaulan yang salah. Karena khawatir dengan pergaulan putri saya, saya menjadi semakin otoriter dan suka marah-marah, tapi rasanya semua itu tak mempan bahkan membuat putri saya semakin membangkang. Mohon saran bagaimana yang terbaik menurut psikolog, sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
***************
Jawaban:
Bu Endang, seringkali orang tua lupa bahwa putri kesayangannya bukan bayi lagi. Ia kini sudah beranjak remaja, tentunya kebutuhannya sudah berbeda dengan bayi atau anak balita. Barangkali Anda merasa nyaman dengan adanya si kecil yang manja dan ‘lengket terus’ sama mamanya, sehingga Anda kaget sendiri ketika sekarang tiba-tiba ia ingin menjauh dan seolah tidak membutuhkan mamanya lagi. Sebenarnya, adalah hal yang wajar dan alamiah bahwa seorang anak remaja berusaha melepaskan diri dari ketergantungannya kepada orangtua. Ia sedang mencari jati dirinya. Bahkan, menjadi mandiri dan tidak tergantung kepada orang lain merupakan kebutuhan psikologis dan menjadi salah satu tugas perkembangan remaja, dimana ia harus belajar merencanakan, memilih alternatif, mengambil keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya.
Keberhasilan mencapai kemandirian akan menjadikan remaja lebih percaya diri dan merasa kompeten dalam menjalani hidupnya. Dengan sendirinya, ia pun akan termotivasi untuk maju dan memiliki keberanian untuk bersaing, serta memiliki kesadaran dari dalam dirinya sendiri untuk berhasil menyelesaikan sekolah demi masa depannya.
Robert Havighurst (1972), seorang ahli psikologi per-kembangan mengemukakan bahwa kemandirian memiliki 4 aspek, yaitu: Emosi (kemampuan mengontrol emosi dan menjadi tidak tergantung kepada orang tua), ekonomi (kemampuan mengatur dan tidak tergantung kepada orang tua dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi), intelektual (kemampuan mengatasi masalah tanpa bantuan orang tua) dan sosial (kemampuan berinteraksi dengan orang lain secara aktif, tidak tergantung atau bersikap pasif menunggu orang lain memulai). Keempat-empatnya perlu dicapai oleh remaja dalam pengembangan kemandiriannya.
Jika saat ini putri anda sepertinya lebih mementingkan teman-temannya dibanding orang tuanya, itu juga hal yang wajar, bu. Di usia remaja, kelompok teman sebaya memang menjadi lingkungan yang paling penting dan menjadi acuan dalam pencarian identitas dirinya. Melalui sosialisasi dan kegiatan bersama teman sebaya, remaja mengembangkan kemandiriannya.
Dengan mempelajari pola perilaku yang diterima di dalam kelompoknya, remaja mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya sehingga tercipta rasa aman. Itu sebabnya, sedikit demi sedikit remaja biasanya akan melepaskan diri dari ikatan psikis dengan orangtuanya dan menjadi lebih dekat ke teman-temannya.
Saran untuk Orangtua
*Untuk bisa mandiri, anak membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya. Ia membutuhkan proses dimana ia memiliki kesempatan mengalami perubahan-perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi mandiri. Jadi, berikan kepercayaan dan kesempatan kepada putri anda agar ia dapat mengembangkan inisiatif, menggali dan mengaktualisasikan kemampuan atau bakat-bakatnya, belajar mengatasi hambatan dan masalah-masalahnya sendiri, serta mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
*Sikap terlalu mengatur, membatasi dan melarang, justru bisa menghambat perkembangan kemandirian remaja serta menjadikannya kecewa dan frustrasi. Jadi, Anda perlu mengubah peran orang tua, yang semula sebagai pelindung, penjaga, penolong, menjadi sebagai teman dan pemberi dorongan. Sudah waktunya Anda mengurangi batasan-batasan dan aturan yang sudah tidak sesuai dengan usia dan kebutuhan putri Anda, seperti: jam tidur, jam belajar, tidak boleh berteman atau pergi dengan si A, harus pakai baju ini, jangan yang itu, dsb. Apalagi jika sampai menelepon teman-temannya untuk menanyakan pergi ke mana dan apa yang dilakukan. Hal ini akan menjadikan putri anda malu dan merasa tidak dipercaya.
*Sebaiknya, beri ia kebebasan memilih sekolah dan jurusan yang diinginkan sesuai minatnya, memilih kegiatan pengisi waktu luang, mengatur pembagian waktu antara waktu belajar dan waktu untuk melakukan hobinya. Berikan juga kesempatan untuk memutuskan sendiri dengan siapa ia ingin berteman, jam berapa harus sudah berada di rumah kembali setelah pergi bersama teman. Biarkan putri Anda bertanggungjawab atas segala tindakannya dan berusaha mengatasi sendiri berbagai masalahnya. Orang tua hanya bertindak sebagai pengamat, yang memberikan bantuan hanya jika diminta atau apabila tindakan-tindakan yang dilakukan oleh anak Anda bisa membahayakan dirinya maupun orang lain.
Tentunya, Anda tetap perlu mengimbangi kebebasan yang diberikan dengan pengawasan yang tepat. Jadi, berikan batasan dan ingatkan tentang norma-norma dan aturan misalnya: jangan pergi berdua saja dengan teman lawan jenis, jangan pulang terlalu malam, harus berpakaian yang sopan, dsb. Namun, tetaplah bersikap terbuka dalam mendengarkan argumentasi putri anda. Ciptakan dan peliharalah terus komunikasi dua arah agar orangtua dapat mengetahui pandangan-pandangan, perasaan dan pemikiran anak, dan sebaliknya anak juga dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh orangtuanya. posisikan diri anda sebagai teman agar Anda dan putri Anda bebas berdiskusi tentang batasan-batasan yang bisa disepakati bersama.
Demikian bu Endang, terus tunjukkan kasih sayang dan perhatian Anda dengan cara yang tidak mengekang. Bersiaplah selalu untuk menjadi teman dan penghiburnya dikala ia membutuhkan, namun jangan berharap putri Anda akan selalu datang kepada Anda, sebab ia sudah beranjak remaja dan sedang mencari jati dirinya. Dengan sikap-sikap yang tepat dari orang tua, ia akan dapat mengembangkan kepercayaan dirinya, memiliki pendirian sehingga tidak mudah dipengaruhi atau terbawa arus, lebih mampu berpikir objektif dan berani mengambil keputusan sendiri dan menjadi pribadi yang mandiri.
Maya Harry, SPsi
Sumber : Wanita Indonesia
Ini masalahnya sama banget dgn yg saya hadapi saat ini tp anak saya llaki2 dan baru umur 13 tahun baru mau masuk SMP apakan penanganannya sama
BalasHapus