twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Setiap saat disadari atau tidak, disengaja atau tidak, berbagai permasalahan datang dan tersimpan dalam hati. Terkadang membuat dada sesak dan kepala penat. Mungkin permasalahan yang Anda hadapi mirip atau pernah dialami rekan yang lain. Melalui blog konsultasi psikologi ini diharapkan Anda menemukan jawaban yang menjadi solusi atau pertimbangan dalam menyelesaikan permasalahan yang Anda hadapi.

Konsultasi Psikologi Update:

Tulis Topik Permasalahan Anda

Bingung dengan Calon Suami

Permasalahan :

Aa, saya seorang wanita berusia 31 tahun. Sekarang saya bekerja sebagai seorang dosen dan tengah menempuh program S2. Sebelum melanjutkan S2, saya telah diperkenalkan dengan seorang pria berusia 34 tahun lewat telepon. Ia berpendidikan SLTA dan sekarang bekerja di salah satu hotel bagian marketing.
Sampai saat ini saya masih menganggap dia sebagai teman, dan saya pun masih sering dihubungi via telepon. Sebelum bertemu, saya juga sudah mencari info tentang dia dan keluarganya. Ketika dikenalkan sudah ada arahannya bahwa dia sedang mencari seorang istri.

Saya sendiri tidak mau salah dalam memilih jodoh, karena itu saya cari info tentang dia. Sejauh ini setiap orang yang saya tanya mengatakan bahwa ia cukup baik dan mensuport supaya kami berlanjut untuk menikah. Keluarga kami bahkan sudah saling kenal. Sampai saat ini kami hanya dua kali bertemu. Ada beberapa hal yang selalu menjadi pertanyaan saya, yaitu:

Saya belum tahu penuh tentang kualitas agamanya karena saya hanya dua kali bertemu dia. Apakah tidak masalah bila seorang kepala rumah tangga pendidikannya lebih rendah dari istrinya? Apakah tidak masalah dalam agama kalau orang bekerja di hotel?

Saya mohon bimbingan dan bagaimana baiknya. Saya tidak tega untuk berkata secara langsung karena saya tidak ingin dia dan keluarga kecewa, selain saya tidak tahu apakah dia jodoh saya. Selama ini setiap yang dikenalkan kepada saya ada saja kendalanya (kadang saya tidak cocok dianya mau dan sebaliknya saya cocok dianya tidak).

Tapi saya juga tidak mau menanggung keraguan dan salah dalam memilih jodoh. Dan kalau saya harus putus saya juga tidak tahu bagaimana mengemukakannya pada dia. Terimakasih atas bimbingannya.

***************



Jawaban:

Dalam memutuskan masalah ini, alangkah baiknya bila kita mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang dia. Bisa dari orangtuanya, saudaranya, teman-temannya, atau bisa pula langsung kepada dirinya–tentu dalam kondisi yang tetap terjaga.

Dari orang-orang terdekatnya kita bisa mengetahui sejauh mana kualitas keimanan dan prilakunya sehari-hari, walau mungkin tingkat subjektifitasnya cukup tinggi. Semakin banyak informasi dan data-data akurat yang kita miliki, maka insya Allah kita akan semakin arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan.

Yang tak kalah penting, berdoalah kepada Allah. Mohonlah petunjuk dan bimbingan-Nya agar kita tidak salah dalam memilih. Kalau seandainya dia memang jodoh kita yang akan membawa kebaikan dunia akhirat, maka mintalah agar dimudahkan. Tapi bila dia bukan jodoh kita, minta pula kepada Allah agar diberi yang lebih baik.

Seandainya kita berketetapan untuk menolak lamarannya, maka tolaklah dengan cara terbaik. Kita jangan ragu untuk mengatakannya, karena kepastian dan kejelasan akan membawa ketenangan. Tapi kalau kita menerima, maka segeralah menikah karena itulah jalan terbaik untuk menjaga diri dari maksiat.

Memang, idealnya kita menikah dengan seseorang yang sekufu atau sebanding, baik dari segi penghasilan ataupun pendidikan. Meskipun demikian, bukan sesuatu yang buruk bila calon suami kita pendidikan atau penghasilannya lebih rendah dari kita.

Asalkan ia mampu menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami. Mungkin kelebihan kita tersebut bisa menjadi kebaikan karena bisa melengkapi kekurangan suami. Betapa banyak pasangan yang sukses menjalani kehidupan rumah tangga padahal sang istri pendidikan dan penghasilannya lebih tinggi dari suaminya. Jadi yang berperan dalam maslaah ini adalah faktor mental dan tingkat keimanan kita.

Memang, setiap terjadi peningkatan penghasilan, status, atau gelar, akan melahirkan nuansa penilaian diri yang meningkat. Kalau semua ini tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas iman, maka kesombongan diri yang akan muncul. Ciri kesombongan itu ada dua, yaitu: mendustakan kebenaran dan merendahkan orang lain. Ia merasa punya nilai sendiri yang lebih tinggi dari orang lain.

Kalau pangkat naik, penghasilan naik, status meningkat, dan kita makin alergi terhadap nasihat dan kebenaran, maka percayalah, kita telah jatuh pada kesombongan tersebut. Harusnya, makin naik kedudukan, makin rendah hati, makin kuat mental. Kita harus seperti padi, makin berisi makin merunduk.

Begitu pula seorang istri yang penghasilannya lebih besar dan pendidikannya lebih tinggi dari suaminya. Jelas itu cobaan dari Allah, apakah dalam keadaan itu ia bisa tetap hormat dan mengabdi kepada suaminya atau tidak.

Kita diperbolehkan kerja di mana pun juga, selama pekerjaan itu tidak berbau maksiat atau membawa pada hal-hal yang dilarang oleh agama. Jadi bekerja di hotel tidak dilarang, bahkan bisa menjadi kebaikan kalau niat dan caranya benar.



Sumber : Republika Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Widget by LinkWithin