Permasalahan :
Saat ini saya berusia 27 tahun, bungsu dan terlibat hubungan dengan seorang duda cerai berusia 53 tahun beranak tiga. Yang besar hanya selisih dua tahun dengan saya. Kami sudah menjalani hubungan ini setahun, namun karena tinggal di negara yang berbeda, kami baru dua kali bertemu. Sisanya secara intensif lewat internet dan telepon.
Walaupun dia berkata anak-anaknya mendukung hubungannya dengan saya, tetapi saya cukup khawatir karena tampaknya anak-anaknya tidak tahu berapa usia saya. Saya juga baru tahu bahwa pada saat mulai dekat dengan saya, dia baru bercerai (setelah menikah lebih dari 20 tahun). Sebenarnya saya cukup penasaran mengapa perkawinan yang telah berjalan demikian lama bisa kandas, namun tampaknya dia tidak ingin menceritakan secara detail kepada saya ( kalau secara garis besar saya sudah diberitahu) karena ingin saya bisa menerima dia apa adanya.
Ibu, kalau saya cermati diri sendiri, kenapa saya ada kecenderungan selalu mencintai pria yang rada bermasalah (manja, keras kepala, dll) atau pria yang lebih tua, padahal saya merasa tidak ada yang salah dalam hubungan saya dgn mendiang ayah. Jadi tampaknya tidak mungkin kalau saya mencari figur ayah pada pasangan.
Selain itu, saya juga cemas dengan jaminan masa depan saya, bagaimana dengan hukum pembagian harta gono gini seandainya mendadak hal yang tidak saya inginkan terjadi pada calon saya tersebut? Apabila kami jadi menikah, apakah berarti harus mencatatkan perkawinan kami dua kali, di sini dan di negaranya? Hukum perkawinan mana yang kemudian dijadikan acuan Bu?
***************
Jawaban :
Jika dilihat dari jenis pertanyaan yang Anda lontarkan, sebaiknya diceritakan terlebih dahulu, agama dan suku bangsa masing-masing. Hal ini disebabkan, lain agama dan negara, lain juga aturannya dan tentu saja berpengaruh pada proses pernikahan dan perceraian yang berlaku. Juga tingkat pendidikan masing-masing, dan nilai-nilai keluarga akan berpengaruh terhadap masa penyesuaian kelak.
Masalah hubungan yang "salah" dengan tokoh ayah, tidak jelas karena tidak harus ada hubungan yang "salah". Justru kalau dekat dan baik, mungkin itulah yang diharapkan pada laki-laki yang sudah lanjut usia, yaitu sikap mngayomi…jangan-jangan justru 10 tahun mendatang , waktu Anda sedang sangat ber"gairah" (37 tahun), dia sudah mulai "menurun" kemampuan fisiknya, bahkan mulai ada keluhan-keluhan penyakit.
Apakah sudah dipikirkan sejauh itu? Tanyakan pada diri sendiri sejujurnya, apa yang dibutuhkan dalam hubungan pernikahan. Hanya Anda sendiri yang tahu.
Pamugari Widyastuti
Sumber : Kompas Cybers Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar