twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Setiap saat disadari atau tidak, disengaja atau tidak, berbagai permasalahan datang dan tersimpan dalam hati. Terkadang membuat dada sesak dan kepala penat. Mungkin permasalahan yang Anda hadapi mirip atau pernah dialami rekan yang lain. Melalui blog konsultasi psikologi ini diharapkan Anda menemukan jawaban yang menjadi solusi atau pertimbangan dalam menyelesaikan permasalahan yang Anda hadapi.

Konsultasi Psikologi Update:

Tulis Topik Permasalahan Anda

Ragu Menikah Karena Terbentur Hutang Budi

Permasalahan:

Saya wanita yang sudah cukup untuk menikah tapi masih ragu untuk menikah. Sejak kecil saya diasuh oleh paman dan bibi saya, saat kecil saya merasakan kasih sayang mereka, tapi menginjak dewasa saya merasakan bahwa apa yang telah mereka berikan kepada saya tidak dengan ikhlas hati tapi karena mereka menginginkan sesuatu. Hal ini dicerminkan dari sikap mereka jika mereka telah menolong seseorang hal tersebut akan mereka ungkit dan akan mereka katakan bahwa orang tersebut tidak akan berhasil tanpa bantuan mereka.

Suatu saat secara tidak langsung saya mendengar bahwa mereka tidak akan memberikan ijin kepada saya untuk menikah, jika saya belum mengembalikan apa yang mereka telah berikan kepada saya. Sedih sekali hati ini mendengarnya. Pernyataan mereka ini memberi pengaruh kepada saya dalam menjalin hubungan dengan seseorang. Jika ada seseorang yang mulai menunjukkan keseriusannya kepada saya, saya jadi teringat akan pernyataan mereka tersebut yang pada akhirnya berpengaruh kepada hubungan saya tersebut. Ada yang memberikan pendapat kepada saya untuk tidak memperdulikan mereka, jika mereka tetap tak memberikan ijin tapi saya tidak bisa karena walau bagaimanapun mereka telah berjasa merawat saya. Bagaimana ya Mbak menyikapi hal ini.

Terima kasih Mbak atas masukannya.


***************



Jawaban :

Hallo Dedeh, saya bersyukur di jaman serba cuek seperti sekarang ini, masih ada orang seperti Anda, yang ingat pada budi baik orang lain dan bersungguh-sungguh ingin membalas budi. Merasa berhutang budi itu bagus, membuat diri kita senantiasa ingat bahwa ada orang lain yang berjasa kepada kita dan sudah selayaknya kita balas. Yang bahaya justru jika kita tak ingat telah berhutang budi kepada orang lain, sehingga bahkan untuk mengucapkan terima kasih pun kita tak merasa perlu. Namun, membalas budi baik seseorang tidak perlu dengan cara mengorbankan diri sendiri, apalagi sampai mengubur harapan bahagia masa depan kita sendiri.

Memang, ikatan kekerabatan, terlebih yang diwarnai hutang budi karena satu pihak telah berjasa kepada pihak lainnya sering menyulitkan kita untuk bersikap asertif dan berkata "tidak". Dari cerita Anda, rupanya paman dan bibi Anda kurang menghayati hakekat “memberi tanpa mengharapkan untuk diberi”. Semestinya, mereka menolong dengan tulus, ikhlas dan rela, bukannya dengan sikap pamrih mengharapkan balasan atau menanam budi untuk kemudian ditagih di masa depan. Karena tak ada kesadaran itu, mereka membebani Anda dengan keharusan membayar hutang budi karena telah mengasuh dan membesarkan Anda. Sebetulnya, apa sih yang mereka minta? Balasan berupa materi atau pengabdian seumur hidup Anda sebagai “bayaran” atas jasa-jasa mereka?

Pada dasarnya, siapa pun berhak untuk menolak saat dimintai sesuatu yang tidak ingin ia lakukan. Namun, penolakan tak harus disampaikan dengan cara yang kasar atau menyakitkan. Menghadapi paman dan bibimu, hal pertama yang perlu Anda lakukan adalah melatih sikap asertif, yaitu kemampuan mengekspresikan hak, kebutuhan, pikiran dan perasaan secara jujur, terbuka, apa adanya, dengan cara yang baik, tidak mengganggu hak atau pun menjadikan orang lain tersinggung/sakit hati. Sikap asertif berkaitan dengan kemampuan mengambil keputusan yang sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa merasa takut atau tertekan karena dipaksa atau diintimidasi oleh orang lain. Jadi, salah satu bentuk sikap asertif adalah kemampuan untuk menolak tanpa merasa bersalah. Bersikap asertif itu perlu agar kita lebih menghargai diri sendiri dan dihargai oleh orang lain. Jujurlah tentang perasaan Anda sendiri dan beranikan diri untuk mengatakan "tidak" terhadap permintaan atau tuntutan yang tidak ingin Anda penuhi, terutama yang bertentangan dengan pandangan hidup, kata hati atau hati nurani Anda sendiri.


Saran-saran:
Tetaplah menyayangi dan menghormati paman dan bibi, karena bagaimanapun mereka adalah pengganti orang tua yang telah merawat anda sejak kecil. Tunjukkan rasa sayang dan hormat itu lewat kata-kata, sikap dan perbuatan yang halus dan sopan, dalam batas-batas yang sewajarnya.

Jika nanti Anda menemukan tambatan hati, cari waktu yang tepat dan cobalah bicara baik-baik kepada paman dan bibi. katakan dengan tegas dan terus terang disertai alasan yang jelas, bahwa Anda berniat untuk menikah, mengingat usia Anda yang sudah mencukupi. Katakan bahwa sudah waktunya bagi Anda untuk hidup mandiri sebagai seorang wanita yang sudah dewasa dan bahwa Anda sungguh berterima kasih atas budi baik paman dan bibi yang telah membesarkan Anda. Sampaikan niat Anda itu dengan sopan dan tunjukkan penghargaan yang tulus terhadap mereka.

Ajak kekasih Anda untuk sejak dini melakukan pendekatan kepada paman dan bibi. Siapa tahu, setelah mengenal calon suami dan menerima perlakuan penuh rasa hormat dan sayang dari kalian berdua, hati mereka akan terbuka untuk bisa dengan tulus menyayangi dan merestui hubungan kalian tanpa meminta balasan hutang budi.

Anda tidak menceriterakan keberadaan orang tua kandung serta apa yang melatarbelakangi sehingga Anda diasuh oleh paman dan bibi. Jika ayah kandung Anda masih ada, Anda bisa memintanya menjadi wali nikahmu.

Bila perlu, mintalah dukungan dari sanak keluarga lain yang dituakan dan dihormati, untuk ikut bicara kepada paman dan bibi agar hati mereka terbuka untuk tidak lagi berhitung-hitung soal hutang budi.

Membalas hutang budi itu banyak caranya. Tak perlu harus dengan perbuatan yang sama, tak perlu harus selalu dengan materi dan tak perlu harus seketika ketika diminta. Anda masih bisa membalas hutang budi itu pada waktu yang tepat di kemudian hari dan dengan cara yang wajar serta sesuai dengan kemampuan Anda. Hutang budi tidak selalu harus dibalas dengan materi. Sikap hormat, perhatian dan kasih sayang yang Anda berikan kepada mereka juga merupakan salah satu bentuk bakti anak kepada orang tua yang merawatnya. Memohon kepada Allah dan mendoakan kebaikan-kebaikan bagi paman dan bibi juga merupakan balasan hutang budi Anda.

Jadi, bagaimanapun eratnya hubungan Anda dengan paman dan bibi dan sebesar apapun hutang budi Anda kepada mereka, Anda tetap berhak menolak dan mengatakan “tidak” ketika mereka memaksakan kehendak atau melarang Anda melakukan sesuatu yang sudah menjadi hak Anda. Kalaupun Anda merasa berkewajiban membalas budi, gunakan akal sehat serta jangan sampai merugikan apalagi mengorbankan diri Anda sendiri. Tanyakan kepada hati nurani, pantaskah yang paman dan bibi minta dari Anda? Seimbangkah itu dengan hutang budi yang harus dibayar.



Maya Harry, Psi
Sumber : Wanita Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Widget by LinkWithin