Permasalahan :
Saya ingin konsultasi untuk menyelamatkan perkawinan kami dan dapat menikmatinya. Kami menikah 10 tahun dengan 2 anak. Suami kaku dan keras kepala. Kami berdua bekerja, meskipun pekerjaan di rumah saya kelola sendiri. Suami tidak peduli kerepotannya, masih mengeluh katanya saya tidak mengurusi suami. Penghasilannya untuk keperluan bulanan dan keperluan pribadinya, sedangkan gaji saya untuk keperluan harian yang tidak kalah banyak.
Sekarang saya tidak bekerja (sementara), suami mengeluh lagi, katanya dia yang bekerja keras mencarai nafkah, saya tidak bergaji. Dalam hubungan seksual saya tidak dapat menikmatinya karena maunya to the point tapi kadang mengonani saya meski saya jijik. Dia pernah selingkuh.
Tahun lalu saya bertemu rekan kerja, terlibat affair, dia membimbing saya yang akhirnya tahu nikmatnya hubungan seks. Yang saya sesalkan kenapa tidak dengan suami. Saya tahu berbuat dosa dan ingin mengakhirinya. Di keluarganya suami anak bungsu yang selalu dimanja. Saya dinasehati kakak-kakak ipar agar sabar dan momong suami. Bukankah harusnya suami yang momong isteri dan anak-anaknya?
Saya menyesal dengan perkawinan ini. Tapi cerai saya hindari demi anak-anak. bisakah saya bertahan berdampingan dengan suami yang perkataanya menyakitkan? Saya pernah bilang mungkin saya tidak berumur panjang bila suami tidak mengubah sikapnya. Bagaimana ustazah, tolonglah saya. Terima kasih.
***************
Jawaban :
Ibu yang baik,
Nampaknya ibu begitu kecewa dengan pernikahan yang sudah dijalani selama 10 tahun. Berada dalam sebuah keluarga yang diri kita merasa tidak nyaman bersama pasangan memang merupakan siksaan batin yang berkepanjangan. Ketidakpuasan serta konflik dalam rumah yang tak terselesaikan memang membuka celah bagi setan untuk menggiring kita pada maksiat. Oleh karena itu seharusnya problem dalam rumah tangga tidak dibiarkan berlarut-larut dan berujung pada hal yang dimurkai Allah.
Menyelesaikan masalah memang tak cukup hanya sekedar bersabar dalam arti sekedar pasrah atas apa yang diterima, namun harus diiringi dengan usaha merubah keadaan. Namun ketika keadaan tidak juga berubah dan diri kita khawatir jatuh pada maksiat maka yang terbaik adalah mengambil jalan terbaik di antara pilihan yang tidak baik dengan penilaian Allah sebagai pertimbangan utama.
Hal tersebut pernah dilakukan oleh seorang wanita di zaman Rasulullah, ia meminta agar diceraikan dari suaminya karena khawatir akan agamanya. Dan Rasulullahpun mengizinkan dan tidak menghalang-halanginya demi terjaganya agama wanita tersebut.
Dalam hal ini saya menyarankan ibu sebaiknya memperbaiki dulu pernikahan ini semaksimal mungkin dan tidak dibutakan nafsu sesaat. Cobalah mengawali dengan membuka komunikasi yang lebih baik kepada suami dan mengkomunikasikan ketidakpuasan ibuatas pernikahan ini. Mungkin saja suami sendiri tidak tahu sedalam apa rasa tertekan yang ibu alami sehingga iapun menganggap segalanya masih dapat diatasi.
Jika masalahnya adalah dengan bagaimana ibu mengkomunikasikan hal tersebut kepada suami maka hadirkan orang ketiga. Misalnya datangi konselor pernikahan atau siapapun yang ibu serta suami percayai yang dapat menjadi jembatan antara ibu dengan suami dan membantu memandang masalah secara objektif.
Saya sendiri tak tahu sejauh mana ibu sudah berusaha memperbaiki pernikahan ini, namun yang jelas mengambil jalan instant dengan berselingkuh tidak menyelesaikan masalah bahkan bisa jadi menambah masalah baru. Akhirnya ibupun tak pernah tenang hidupnya berputar dalam masalah yang tak kunjung selesai.
Jika ibu merasa bertahan dalam pernikahan adalah untuk anak-anak, maka apakah menurut ibu bertahan namun berselingkuh tidak akan menyakiti mereka? Padahal demikian banyak anak-anak yang hancur ketika tahu ada orangtuanya yang berselingkuh dan dampaknya bisa jadi lebih merusak dibandingkan dari perpisahan yang dilakukan dengan baik.
Akhirnya semua pilihan akan kembali kepada diri kita sendiri .Dekatkanlah terus diri ibu kepada Allah dan bertobatlah. Bersabar, berusaha dan berdoa semoga membawa pada jalan keluar yang Allah ridho, meski tak selalu indah di mata manusia. Wallahu'alambishawab
Wassalammu'alaikum wr. wb.
Rr. Anita W.
Saya ingin konsultasi untuk menyelamatkan perkawinan kami dan dapat menikmatinya. Kami menikah 10 tahun dengan 2 anak. Suami kaku dan keras kepala. Kami berdua bekerja, meskipun pekerjaan di rumah saya kelola sendiri. Suami tidak peduli kerepotannya, masih mengeluh katanya saya tidak mengurusi suami. Penghasilannya untuk keperluan bulanan dan keperluan pribadinya, sedangkan gaji saya untuk keperluan harian yang tidak kalah banyak.
Sekarang saya tidak bekerja (sementara), suami mengeluh lagi, katanya dia yang bekerja keras mencarai nafkah, saya tidak bergaji. Dalam hubungan seksual saya tidak dapat menikmatinya karena maunya to the point tapi kadang mengonani saya meski saya jijik. Dia pernah selingkuh.
Tahun lalu saya bertemu rekan kerja, terlibat affair, dia membimbing saya yang akhirnya tahu nikmatnya hubungan seks. Yang saya sesalkan kenapa tidak dengan suami. Saya tahu berbuat dosa dan ingin mengakhirinya. Di keluarganya suami anak bungsu yang selalu dimanja. Saya dinasehati kakak-kakak ipar agar sabar dan momong suami. Bukankah harusnya suami yang momong isteri dan anak-anaknya?
Saya menyesal dengan perkawinan ini. Tapi cerai saya hindari demi anak-anak. bisakah saya bertahan berdampingan dengan suami yang perkataanya menyakitkan? Saya pernah bilang mungkin saya tidak berumur panjang bila suami tidak mengubah sikapnya. Bagaimana ustazah, tolonglah saya. Terima kasih.
***************
Jawaban :
Ibu yang baik,
Nampaknya ibu begitu kecewa dengan pernikahan yang sudah dijalani selama 10 tahun. Berada dalam sebuah keluarga yang diri kita merasa tidak nyaman bersama pasangan memang merupakan siksaan batin yang berkepanjangan. Ketidakpuasan serta konflik dalam rumah yang tak terselesaikan memang membuka celah bagi setan untuk menggiring kita pada maksiat. Oleh karena itu seharusnya problem dalam rumah tangga tidak dibiarkan berlarut-larut dan berujung pada hal yang dimurkai Allah.
Menyelesaikan masalah memang tak cukup hanya sekedar bersabar dalam arti sekedar pasrah atas apa yang diterima, namun harus diiringi dengan usaha merubah keadaan. Namun ketika keadaan tidak juga berubah dan diri kita khawatir jatuh pada maksiat maka yang terbaik adalah mengambil jalan terbaik di antara pilihan yang tidak baik dengan penilaian Allah sebagai pertimbangan utama.
Hal tersebut pernah dilakukan oleh seorang wanita di zaman Rasulullah, ia meminta agar diceraikan dari suaminya karena khawatir akan agamanya. Dan Rasulullahpun mengizinkan dan tidak menghalang-halanginya demi terjaganya agama wanita tersebut.
Dalam hal ini saya menyarankan ibu sebaiknya memperbaiki dulu pernikahan ini semaksimal mungkin dan tidak dibutakan nafsu sesaat. Cobalah mengawali dengan membuka komunikasi yang lebih baik kepada suami dan mengkomunikasikan ketidakpuasan ibuatas pernikahan ini. Mungkin saja suami sendiri tidak tahu sedalam apa rasa tertekan yang ibu alami sehingga iapun menganggap segalanya masih dapat diatasi.
Jika masalahnya adalah dengan bagaimana ibu mengkomunikasikan hal tersebut kepada suami maka hadirkan orang ketiga. Misalnya datangi konselor pernikahan atau siapapun yang ibu serta suami percayai yang dapat menjadi jembatan antara ibu dengan suami dan membantu memandang masalah secara objektif.
Saya sendiri tak tahu sejauh mana ibu sudah berusaha memperbaiki pernikahan ini, namun yang jelas mengambil jalan instant dengan berselingkuh tidak menyelesaikan masalah bahkan bisa jadi menambah masalah baru. Akhirnya ibupun tak pernah tenang hidupnya berputar dalam masalah yang tak kunjung selesai.
Jika ibu merasa bertahan dalam pernikahan adalah untuk anak-anak, maka apakah menurut ibu bertahan namun berselingkuh tidak akan menyakiti mereka? Padahal demikian banyak anak-anak yang hancur ketika tahu ada orangtuanya yang berselingkuh dan dampaknya bisa jadi lebih merusak dibandingkan dari perpisahan yang dilakukan dengan baik.
Akhirnya semua pilihan akan kembali kepada diri kita sendiri .Dekatkanlah terus diri ibu kepada Allah dan bertobatlah. Bersabar, berusaha dan berdoa semoga membawa pada jalan keluar yang Allah ridho, meski tak selalu indah di mata manusia. Wallahu'alambishawab
Wassalammu'alaikum wr. wb.
Rr. Anita W.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar